Sampai di tengah bulan Februari, kertas putih dia bersaksi atas mimpi dan impian-impian kita. Kata demi kata memenuhi kertas itu. Satu demi satu impian itu terlihat jelas. Kau dengan seriusnya mengukir impianmu, terlalu sibuk menata mimpi-mimpimu itu. Inginku tak banyak, hanya beberapa saja. Salah satu impianku yang ku tulis adalah melihat satu demi satu impianmu tercapai. Jadi, impianku itu bagaimana impianmu. Kau harus lebih berusaha keras, ditanganmu ada dua impian yang kau pegang, segala impianmu dan impianku.
Setelah mimpi, kita bahas tentang masa lalu. Cerita yang amat klasik pun tertuai hari itu. Banyak tokoh yang kita ceritakan, kau dengar aku dan aku dengar cerita kau. Kau tahu? Dua masa yang kita bahas, masa lalu dan masa depan nanti. Tak henti-hentinya kau buat aku jatuh dalam kagum. Artinya malam-malam ini aku harus susah panyah bernegosiasi dengan-Nya kembali. Meminta waktu lebih lama meminjammu dari-Nya. Semoga orang langit mendukung apa yang aku mau.
Kini tiba di akhir Februari, kau tak lagi datang. Telingaku tajam, selalu memperhatikan hentakan kaki itu. "Tap tap.." bukan, itu bukan hentakan kakimu. Benar kau tak datang.
Apa kau orang yang tak beraminkan? Tak lah, aku hanya perlu bersabar sampai nanti aku dengar hentakan kakimu itu lagi. Aku yakin kau akan kembali!
Bulan ini terlalu manis untuk berakhir.