Metode Pembelajaran Al-Qur’an
Fitri
Fitrotillah Abidin (D1A140901)
Metode
Pembelajaran Al-Qur’an
Menurut Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad (2011)
bahwa Al-Qur’an sebagai kitab suci mempunyai tiga aspek yang masing-masing
aspek perlu kita pelajari dengan seksama. Ketiga aspek tersebut ialah :
a. Aspek
Pembacaan
b. Aspek
Peghapalan
c. Aspek
pemahaman yang mencakup penerjemahan dan penafsira
Metode
Cepat Membaca Al-Qur’an
1. Metode “QIRA’ATI”
yang ditulis oleh Ust. Salim Dahlan (2001 ) dari Semarang. Metode ini bisa
digunakan untuk anak usia 4-6 tahun dan 6-12 tahun. Metode ini terbilang
inovatif pada masanya dan mendapatkan sambutan yang hangat dari
masyarakat. Basis dari metode ini ialah pengenalan satu unit pelajaran secara
bertahap, seperti pengenalan pada huruf hija’iyyah dengan harakatnya
secara langsung dan konsentrasi pada satu persatu huruf hija’iyyah. Begitu juga
dengan hukum-hukum bacaan seperti ikhfa’, iqlab dan lain sebagainya. Yang
diperbanyak adalah contoh-contoh bacaan.
2. Metode “IQRA’” oleh
Bapak As’ad Humam (februari 1996) dari AMM Yogyakarta yang muncul pada sekitar
tahun 1988. Metode ini meledak setelah MTQN di Yogyakarta tahun 1995.
Metode ini kemudian berkembang menjadi metode “IQRA’” untuk dewasa,
metode “IQRA’” terpadu oleh Ust.Tasrifin Karim dari Kalsel. Dan metode “IQRA’’’
klasikal. Metode IQRA’ tidak berbeda jauh dengan metode “QIRA’ATI” dalam hal
pemaparan setiap unit secara gradual dan sistimatis. Hanya saja buku Iqra’
terdiri dari 6 buah sementara Qira’ati berjumlah 8 buah.
3. Metode al-BARQI yang
digagas oleh Ust.Muhajir Sulthan. Metode ini dibukukan pada tahun 1978.
Basis metodenya pada pengenalan ungkapan : (A-DA-RA-JA)
(MA-HA-KAYA)(KA-TA-WA-NA) (SA-MA-LA-BA) untuk mengetahui kasrah tinggal diganti
ungkapannya seperti :IDI RIJI-MIHI KIYI-KITI WINI-SIMI LIBI. Untuk mengetahui
dlammah tinggal diungkapkan : UDU-RUJU-MUHU-KUYU-KUTU WUNU-SUMU-LUBU. Dan
seterusnya.
4. Metode HATTA’IYYAH oleh
Muhammad Hatta Usman dari Riau dan mendapatkan sambutan luas terutama setelah
MTQN di Riau. Basis metodenya adalah bahwa 28 huruf hija’iyah dalam bahasa arab
dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Metode ini diklaim bisa
mengajarkan Al-Qur’an dalam 4.30 jam, dengan rincian 6 kali pertemuan, setiap
pertemuan 45 menit.
5. Metode al-BANJARI di
Banjarmasin.
6. Metode an-NAHDLIYYAH.
Metode ini dicetuskan oleh lembaga Ma’arif dilingkungan NU cabang Tulung Agung
Jawa Timur. Basis dari metode ini adalah panjangnya mad dan ghunnah ditentukan
oleh ketukan. Para peserta dikenalkan teknik bacaan Tartil, Tahqiq dan
Taghanni.
7. Metode YANBU’A dari
pesantren Yanbu’u al-Qur’an Kudus oleh K.H.Ulil Albab, putera K.H.Arwani Amin.
Metode ini tidqak jauh dengan metode Qira’ati dan Iqra’ dalam hal pengenalan
cara membaca secara langsung dengan mengambil contoh-contoh langsung dari
Al-Qur’an.
8. Metode an-NUR oleh
Ust.Rosyadi yang muncul pada tahun 1996. Metode ini menjanjikan bisa membaca
Al-Qur’an dalam dua jam saja, atau paling tidak 14 sampai 16 kali pertemuan.
Metode ini dianggap metode pembelajaran membaca Al-Qur’an tercepat di dunia.
9. Metode “TILAWATI”
yang diperkenalkan oleh Ust.Hasan Syadzili Drs dan Drs Ali Mu’affa pada tahun
2002.
10. Metode “al-BAYAN” oleh Ust.Otong
Surasman mahasiswa S2 PTIQ Jakarta. Bukunya satu jilid yang memuat 71 halaman
dengan warna-warna menarik. Pengenalan huruf hija’iyyah pada metode ini dikaitkan
dengan awal nama binatang dalam bahasa arab, sehingga pembaca bisa mengenal
nama binatang/benda sekaligus mengenal huruf hija’iyyah dan cara pengucapannya.
11. Metode DIROSAH yang muncul pada
tahun 2006 dan diperkenalkan oleh Wahdah Isma’iliyyah dari Gowa Kalsel yang
menjanjikan bisa membaca Al-Qur’an dalam 20x pertemuan.
12. Metode JIBRIL yang dicetuskan
oleh K.H.Bashori Alwi. Basis dari metode ini adalah membacakan satu ayat
Al-Qur’an kemudian diikuti oleh para santri dengan memerhatikan aspek Waqf dan
Ibtida’. Cara pembacaannya dengan Tahqiq dan tartil. Dengan mengikuti metode
ini para santri bisa menirukan bacaan yang sahih dan mengetahui aspek Waqf dan
Ibtida’nya.
Metode Penerjemahan Al-Qur’an
1. Adanya
pesantren terjemahan Al-Qur’an di desa Kramat, Dukuh Puntang Cirebon Jawa
barat. Basis dari metodenya adalah siswa diberikan pemahaman terhadap
kalimat-kalimat Al-Qur’an dari surah al-fatihah. Kata yang baru diberi garis
dan diberi arti. Lalu pada ayat-ayat berikutnya kalimat yang sudah pernah
digaris bawahi tidak lagi diberi garis bawah karena dianggap telah mengetahui
artinya. Dan begitu seterusnya. Metode ini ternyata telah berhasil membimbing
santri untuk bisa menerjemahkan Al-Qur’an dalam waktu yang relative pendek.
2. Metode
GRANADA yang dikembangkan oleh Ust. Sholihin Bunyamin LC. Oleh penemunya,
seorang bisa mampu menerjemahkan Al-Qur’a dalam 8 jam saja. Basis metodenya
adalah dengan mengetahui akar kata pada setiap kalimat, mengetahui awalan,
sisipan, akhiran dan mengetahui arti setiap kalimat melalui kamus bahasa
Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus.
3. Metode
“Al-HASYIMIYYAH” yang diklaim sebagai metode cepat menerjemahkan Al-Qur’an
dalam 3 jam.
4. Mushaf
Al-Qur’an dengan terjemahan per kata sebagaimana yang dilakukan oleh Dr.Ahmad
Hatta dengan nama metode “AL-MAGHFIRAH”.
5.
Mushaf yang bertajuk “THE MIRACLE” yang
diterbitkan oleh Syaamil Al-Qur’an. Motto dari The Miracle: “Mengkaji Kalam
Ilahi Cukup Dalam Satu Al-Qur’an” atau : Miracle, The Reference Al-Qur’an
dengan Referensi yang Sahih, Lengkap & Komprehensif”.
6. Mushaf
“AL-QUR’AN BAYAN ” yang bermula dari buah pikir Bapak Tempa yang kemudian
ditindak lanjuti oleh beberapa insan akademik dan kemudian diterbitkan oleh CV
Bayan Al-Qur’an.
Metode
Memahami Al-Qur’an
Untuk
bisa memahami Al-Qur’an maka perlu mengetahui isi kandungan Al-Qur’an terlebih
dahulu. Isi kandungan Al-Qur’an tidak lepas dari tiga hal yaitu pertama :
ketauhidan (sam’iyyat). Kedua : hukum. Ketiga : peringatan-peringatan
(tadzkir). Imam Syathibi dalam kitabnya “al-Muwafaqat” mensarikan inti
Al-Qur’an dalam tiga hal yaitu :
1.
Mengetahui Zat yang disembah.
2.
Mengetahui cara beribadah.
3.
Mengetahui nasib manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar